"Srikandi dan Barbie"
Oleh: Anggi Prasetya
Kini mulai bercerita
Tentang sebuah cinta
Dikalangan darah muda
Seorang tampan mempesona
Kaum hawa banyak kagum
Disana terlihat,
Ibarat sebuah wayang jawa
Masih buta penampilan
Jalan dengan polos
Maju tuk laki pujaan hati
Banyak laki terkesima
Akan cantik gemulainya
Sapa tutur nan lembut
Seolah srikandi ia berdiri
Tapi kini beda zaman
Semua serba modern
Srikandi saing dengan barbie
Yang jeli akan penampilan
Ikut gaya sana sini
Laki pun pasti tergoyah
Srikandi tercampak oleh barbie
Yang suka barang mewah
Sedang srikandi?
Masih hidup dengan zamannya
Dalam lingkup budaya jawa
Apa daya srikandi
Kalah mewah dengan barbie
Apa arti tulus cinta
Jika pandang cinta fashion saja
Lebih baik hidup sederhana
Bagi rizki tuk disana
Akhirat butuh pahalamu
Bukan butuh kemewahanmu
Jumat, 08 Januari 2016
"Kuda besi"
Kala itu aku berdiri
Mendengar satu demi satu cacian
Hai mata!
berhentilah terbelalak
Aku bukan patung
Yang hanya diam
Mulut ini bisa teriak
Tangan ini bisa bergerak
Jiwa ini bisa berontak
Kaki ini bisa melaju
Melangkah menjauhimu
Kuda besi beroda ini
Putaran kecil bertenaga
Melaju kencang kutantang angin
Tak perduli sekelilingku
Mungkin malaikat bersiap diri
Cabut nyawa penuh emosi
Yang ada di hadapannya
tetes demi tetes
Tangis berjatuh tersapu angin
Isak tak lagi terdengar
Bising kuda lain tak perduli
Biar ku tumpah emosiku
Menantang kencangnya angin
Melayangkan nyawa seperti layang itu
Hanya dua kemungkinan
Putus atau nyawa kembali..
Kala itu aku berdiri
Mendengar satu demi satu cacian
Hai mata!
berhentilah terbelalak
Aku bukan patung
Yang hanya diam
Mulut ini bisa teriak
Tangan ini bisa bergerak
Jiwa ini bisa berontak
Kaki ini bisa melaju
Melangkah menjauhimu
Kuda besi beroda ini
Putaran kecil bertenaga
Melaju kencang kutantang angin
Tak perduli sekelilingku
Mungkin malaikat bersiap diri
Cabut nyawa penuh emosi
Yang ada di hadapannya
tetes demi tetes
Tangis berjatuh tersapu angin
Isak tak lagi terdengar
Bising kuda lain tak perduli
Biar ku tumpah emosiku
Menantang kencangnya angin
Melayangkan nyawa seperti layang itu
Hanya dua kemungkinan
Putus atau nyawa kembali..
puisi tentang sebuah perubahan sikap seseorang
"Kosong"
Oleh:Anggi Prasetya
Pandangan itu sekarang semu
Bukan tawa bahagiaku
Tapi tawa bohongku
Ucapan itu buatku sadar
Diammu jadi tanda
Bisumu saat bertatap muka
Pandangmu saat berpapas angin
Kosong tak berisi lagi
Ibarat air dalam gelas
Yang tumpah habis
Oleh sebuah tangan sengaja
Hanya tangis batin
Air mata seakan habis
Tak pantas sungai ini mengalir
Kubendung sebisa semampuku
Hujan bawa gelisahku ini
Petir gantikan teriakan kekecewaan ini
Angin bawalah segala resahku
Sampaikan padanya relaku
Untuk bahagianya..
Oleh:Anggi Prasetya
Pandangan itu sekarang semu
Bukan tawa bahagiaku
Tapi tawa bohongku
Ucapan itu buatku sadar
Diammu jadi tanda
Bisumu saat bertatap muka
Pandangmu saat berpapas angin
Kosong tak berisi lagi
Ibarat air dalam gelas
Yang tumpah habis
Oleh sebuah tangan sengaja
Hanya tangis batin
Air mata seakan habis
Tak pantas sungai ini mengalir
Kubendung sebisa semampuku
Hujan bawa gelisahku ini
Petir gantikan teriakan kekecewaan ini
Angin bawalah segala resahku
Sampaikan padanya relaku
Untuk bahagianya..
Minggu, 03 Januari 2016
puisi karya sendiri
"sajak Dinda"
Pinggir beranda basah
Gemericik hujan belum henti juga
Angin berlari menabrak dedaunan
butir air pun bisa kurasa disini
Seperti embun pagi hujaniku
Kudengar langkah ringan
Menengok terlihat dari kejauhan
Ayah bunda berjalan bersandingan
Duduk mengapitku bertanya hari depan
Kemana aku kan melangkah?
Jujur dinda kan mengecewakan
Hanya bisa memendam
Berdusta untuk mereka
Sang pelita dalam gelap jalan
Pemberi dalam kelebihan
Bermandi keringat setiap saat
Untuk dinda...
Pasrah ikuti sang petunjuk arah
Melangkah untuk sang pencerah
Masa depan dinda tuk keluarga
Disini dinda bersenandung
Menulis sajak curahan hati
Tak ada pelampias tuk lega
Kuturuti ucap ayah bunda
Dinda mengalah ikut ucap kata bak mutiara
Melalui penerang gelap dalam panggung-Nya
Pinggir beranda basah
Gemericik hujan belum henti juga
Angin berlari menabrak dedaunan
butir air pun bisa kurasa disini
Seperti embun pagi hujaniku
Kudengar langkah ringan
Menengok terlihat dari kejauhan
Ayah bunda berjalan bersandingan
Duduk mengapitku bertanya hari depan
Kemana aku kan melangkah?
Jujur dinda kan mengecewakan
Hanya bisa memendam
Berdusta untuk mereka
Sang pelita dalam gelap jalan
Pemberi dalam kelebihan
Bermandi keringat setiap saat
Untuk dinda...
Pasrah ikuti sang petunjuk arah
Melangkah untuk sang pencerah
Masa depan dinda tuk keluarga
Disini dinda bersenandung
Menulis sajak curahan hati
Tak ada pelampias tuk lega
Kuturuti ucap ayah bunda
Dinda mengalah ikut ucap kata bak mutiara
Melalui penerang gelap dalam panggung-Nya
Langganan:
Komentar (Atom)